[Kelas] Mengatasi Writer Block

kelas-4

Oleh : Pungkas Yudha

Editor : Mulya Saadi

Writer’s block adalah istilah dunia literasi yang berarti suatu kondisi ketika seorang penulis sedang merasa tidak mampu menulis alias macet.

Penulis itu ada beragam jenis. Mulai dari penulis esai, reportase hingga penulis bon. Ada juga penulis skripsi hingga puisi. Ibu guru berbicara lalu murid menyalin, maka murid juga termasuk penulis. Ibu guru menulis di papan tulis lalu murid menyalin, maka murid juga termasuk penulis.

Namun perbedaannya setiap penulis memiliki ‘tahta’ masing-masing. Maka, yang menentukan tahta seorang penulis adalah intensitas gagasan, pemikiran, dan pengembangan ilmu yang dituangkan dalam tulisannya. Perlu diketahui bahwa yang tengah dibicarakan saat ini adalah penulis dalam artian umum.

Sekarang, perhatikan kata ini : Writer’s Block. (selanjutnya disebut WB)

Mari tanyakan pada diri kita masing-masing dan jawab dengan jujur : “Hei, apakah aku seorang penulis?” Jika : “Ya, tentu saja saya seorang penulis!” Maka, ketika Anda mengalami WB Anda wajib gusar, gelisah, atau galau. Mengapa wajib? Ya, sebab Anda adalah orang yang berprofesi sebagai penulis. Pada kondisi seperti ini, menulis diposisikan sebagai pekerjaannya. Jika seorang pekerja tidak melakukan produksi, maka dia sedang menyalahgunakan ‘profesinya’, yang dalam dunia literasi ini adalah ‘dosa’ (dosa?).

A.S. Laksana dalam bukunya yang berjudul “Creative Writing : Tips dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel”, mengungkapkan :

“Seorang penulis dalam keadaan apapun harus tetap menulis, maka bad mood dan sejenisnya bukanlah alasan Anda untuk tidak menulis.”

Coba bayangkan. Jika seorang polisi lalu lintas sedang bad mood, apakah itu menjadi alasan baginya untuk tidak mengatur masalah lalu lintas? Betapa akan banyak korban pengguna jalan sebab bad mood seorang polantas. Dan betapa berdosanya dia terhadap profesinya.

Lalu, bagaimana dengan orang yang berprofesi sebagai penulis? Ya, tentu saja Anda harus tetap menulis karena itu adalah pekerjaan Anda. Caranya bagaimana? Baiklah, akan saya uraikan sesuai dengan solusi yang ditawarkan oleh A.S. Laksana di buku tersebut.

[1] Anda hanya perlu action. Itu saja!

“Hasrat semata tanpa tindakan akan membiakkan penyakit.” (William Blake)

Pada dasarnya, seorang penulis selalu memiliki keinginan untuk menulis dalam keadaan apa pun (galau, sakit parah, jatuh cinta, marah, senang dst). Tetapi memang betul, Pungkas tidak mengingkari, bahwa WB itu benar-benar peristiwa alamiah yang sulit untuk kita hindari. Namun tentu saja WB bisa dan sangat bisa diatasi dengan cara dilawan.

Pada kondisi seperti ini, kita tidak harus menulis pada level tertinggi sebagaimana ketika dilakukan dalam keadaan normal. Janganlah dulu terburu-buru menginginkan tulisan kita penuh gagasan yang ciamik, pengembangan ilmu yang menarik dan memiliki struktur kalimat yang tertata rapi.

Seorang penulis tentu saja boleh menulis pada level terendah sekalipun. Seperti yang dilakukan seorang murid yang menyalin pembicaraan atau tulisan Ibunda gurunya. Tanpa mengedit, berpikir dan berargumentasi—dia hanya menulis dan menulis.

[2] Menulis buruk

“Orang yang tidak pernah melakukan kesalahan biasanya tidak menghasilkan apa-apa.” (Edward Jhon Phelps)

Menulislah dengan buruk. Seburuk bad mood Anda sendiri. Karena seburuk-buruknya tulisan, di dalamnya pasti ada gagasan. Tulis saja sebanyak-banyaknya.

A.S. Laksana menganjurkan pada tahap seperti ini hindari menulis sembari menyunting, hindari menghapus tulisan yang salah, jangan menimbang-nimbang kalimat proporsional, tapi biarkan proses menulis dalam keadaan bad mood berjalan selancar-lancarnya. Yang peting, ada gagasan yang tertuang dalam tulisan.

Gagasan, selalu menjadi roh pada teks. Baik itu pada berita, puisi, skripsi, esai maupun yang lainnya. Pada tahap ini, tentu saja boleh menyesuaikan gagasan sesuai genre tulisan Anda. Langgar saja Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) untuk saat itu, yang penting tetap menulis dalam kondisi bad mood Anda. Dan tahukah Anda? Bahwa menulis dalam keadaan bad mood tandanya Anda seorang pejuang, dan yang lebih penting dari itu : ada satu gagasan yang terselamatkan!

[3] Sudah berani action walau tulisanmu masih buruk? Lengkapilah dengan menyunting!

Setelah Anda menulis dengan buruk, jangan terburu-buru memublikasi tulisan, karena ini akan berdampak kurang baik terhadap reputasi Anda di hadapan para pembaca ataupun teman penulis lainnya, terlebih tulisan yang ‘buruk’ bisa jadi akan membuat pembacanya menjadi buruk pula.

Endapkan tulisan Anda dalam kurun waktu kira-kira sampai Anda kembali dalam kondisi good mood. Jangan terlalu lama. Kemudian, baca sekali lagi. Dua kali lagi, bahkan tiga kali lagi untuk menemukan kejanggalannya. Ubah yang harus diubah dan tambah yang harus ditambah. Percantik gagasan pada tiap paragraf atau teks. Kalau bisa kembangkanlah seluas-luasnya. Suntinglah secara keseluruhan tulisan dengan berpedoman pada PUEBI. Mana kalimat yang tidak efektif, mana gagasan yang buram dan bagaimana koherensi antar paragraf.

Pada saat itu Anda mesti menulis pada level tertinggi sesuai kemampuan Anda. Tidak perlu sebagai murid lagi ….

Nah, itu materi kelas Obrolin yang disampaikan secara apik oleh Kak Pungkas. Sebagai penulis (blog), yuk, kenali WB secara cerdas. Dan hadapi dia dengan cerdas pula. Kita tidak mungkin mengkhianati pekerjaan kita sebagai penulis seperti yang diungkap oleh Kak Pungkas, bukan? Karena itu, berjuanglah dalam menulis! Setiap usaha akan mendekatkanmu pada tujuan.

**)Tulisan ini adalah hasil kelas online yang diadakan oleh komunitas Obrolin pada Minggu malam, 4 Juni 2017, pukul 20.00-22.000 WIB dengan moderator Kak Riana.

14 thoughts on “[Kelas] Mengatasi Writer Block

  1. Aku hadir di kelas ini waktu itu, dan smpat membuat si pemateri “angkat tangan” krn pertanyaan konyolku..

    Keren, sdah bisa di-share disini stlah melalui suntingan2 seperlunya oleh mbak Mulya Saadigo

    Liked by 1 person

  2. Saya kalau ketemu WB lebih memilih kabur. Berhenti menulis sama sekali. Karena, jangankan menulis buruk, yang ada saya cuma bengong di depan laptop, cuma ngetuk2 pulpen ke meja, atau bengong di depan halaman kosong WPS di smartphone.
    Tapiiii… Saya tidak berhenti mencari cara agar ide mengalir lagi. Biasnya sih dengerin musik, nonton film, baca/nonton berita atau sekedar goler2an di kasur. Mungkin cara saya nggak umum dan nggak seperti teori di atas, tapi itu yang sering saya lakukan agar bisa nulis lagi.

    Liked by 2 people

    1. Saya juga ampuh dengan cara dengerin musik atau nonton. Tapi lebih ampuh lagi kalau jalan-jalan. Gak perlu tujuan jelas, cukup jalan ajah, liat langit sore juga bisa memunculkan inspirasi. Sebelumnya, salam kenal ☺

      Like

  3. Terima Kasih atas ringkasannya…
    Sangat menyesal karena setiap ada jadwal diskusi selalu tidak bisa hadir dan turut berpartisipasi. Untunglah sudah ada ringkasannya begini, jadi tidak merasa ditinggal berita.

    Liked by 1 person

  4. Menulis itu mengalir seperti air….
    Yang penting jangan kebanyakan nonton televisi dan film segala macam
    sebab semua itu bisa mengganggu konsisten ide dan konsentrasi berpikir.
    Salam….

    Like

Tinggalkan pesan