[Cerbung] Green Corvus – Episode 3

Cerbung : Green Corvus episode 3

Sebuah cerbung oleh Bunda Dyah

Editor : M. Nuchid

Episode sebelumnya

*

Thousand Rivers belum terlalu malam. Baru pukul delapan lewat beberapa menit. Aries baru saja tiba di dermaga Queen. Perjalanannya ke Diamond City memang menggunakan speed boat yang berawal dan berakhir di dermaga Queen. Beberapa kapal dan speed boat juga tampak bersandar, dan sebagian lagi siap untuk berangkat dengan berbagai tujuan.

Sembari membetulkan posisi tas yang disandangnya, Aries melangkah pelan menyusuri jalanan di depan dermaga, kemudian berbelok melewati King Mosque, lalu terus mengarah ke timur di sepanjang sisi utara Queen Rivers. Setelah beberapa saat, dia berbelok ke sebuah kafe yang tampak tak begitu ramai.

Tanggui Café, demikian nama kafe langganan Aries. Dipilihnya tempat duduk di sudut ruangan yang menghadap ke jalan raya. Kemudian, ia memesan secangkir kopi hitam dan beberapa croissant, yang kemudian segera diantar tanpa ia harus menunggu terlalu lama.

Sambil menikmati santapan malamnya, Aries mengedarkan pandangan. Matanya menangkap sosok yang belakangan sering muncul di layar kaca, terutama dalam acara berita kriminal. Dihampirinya sosok yang tampak sedang melamun itu, kemudian menyapanya.

“Maaf ….” Aries menyapa ramah.

Yang disapanya menoleh lalu tersenyum, “Ya?”

“Anda polisi yang sering muncul di TV itu, kan? Boleh saya bergabung dengan Anda?”

“Ya. Saya polisi itu. Silakan saja. Ini tempat umum.” Dengan ramah polisi muda itu menerima permintaan Aries, yang kemudian memindahkan kopi dan croissant-nya ke meja si polisi, yang ternyata juga memesan kopi hitam dan croissant. Tak lupa tas berisi naskah yang tadi diletakkannya di kursi sebelah tempat duduknya.

“Saya Andromeda, panggil saja ‘Dom’.” Polisi itu mengulurkan tangan dan disambut hangat oleh Aries.

“Aries. Senang sekali bisa bertemu orang terkenal seperti Anda.”

“Ah, biasa saja. Seandainya di muka bumi ini tak pernah ada penemu televisi, mungkin saya juga tidak akan pernah muncul di sana,” tutur Andromeda lalu tertawa terbahak. Mereka pun kemudian sama-sama tergelak.

“Kau sendiri, apa pekerjaanmu?” tanya Andromeda kemudian.

“Aku? Aku seorang penulis. Tepatnya novelis.”

“Sebentar! Aries, seorang novelis? Ah, rupanya kau lebih terkenal dariku. Novelmu disukai semua orang dan selalu best seller. Aku salah satu kolektor novelmu. Sayangnya, hidup tidak pernah serupa fiksi. Dan kisah percintaanku, belum pernah seindah fiksi-fiksimu.” Andromeda tersenyum getir. Dia ingat beberapa kali gagal bersanding dengan gadis impian karena terlalu sibuk berkarir di kepolisian.

“Akan ada saatnya, Dom. Percayalah, aku sendiri juga cuma bisa merangkai kata. Dalam prakteknya, aku payah. Hahaha.” Dua lelaki muda itu kembali tergelak.

“Tapi kau lama tak merilis novel baru. Sedang miskin ide?”

“Tidak. Aku bahkan sudah merampungkan satu novel baru. Hanya saja, belum ada penerbit yang bersedia mencetak novel itu. Kamu mau lihat? Siapa tahu saja sebagai—EHM—penggemar, kau bisa memberi masukan pada novel itu.” Aries membuka tas warna biru gelap yang tadi diletakkan di bawah kursinya, lalu mengambil naskahnya yang baru saja tertolak. Andromeda tak menjawab, namun menyambut antusias satu bundel novel yang disodorkan Aries.

Halaman demi halaman dia buka, dibaca cepat sampai kemudian terpaku pada satu halaman. Berulang kali halaman itu dia baca dengan dahi berkerut, seperti memikirkan sesuatu.

“Ada apa, Dom? Ada yang aneh dengan novel itu?” Aries merasa penasaran.

“Aries, tokoh gagak hijau bernama Green Corvus ini, mengapa memiliki kekuatan yang sama dengan penjahat yang belakangan ini menghabisi para senior editor itu? Apa mungkin … ah, tidak mungkin! Kenapa aku jadi melantur begini?” Ditutupnya segera novel itu meski dia masih penasaran dengan jalan ceritanya. Novel fantasi yang menurutnya menarik dan layak untuk menjadi best seller.

“Adikku juga mengatakan begitu. Bahkan menurutnya, Green Corvuslah yang kau cari selama ini. Susah untuk dipercaya dan sangat tidak masuk akal. Tapi, bagaimana jika semua itu benar?” Aries menatap tajam pada Andromeda yang tampak berpikir keras tentang kemungkinan gila itu.

“Asal kau tahu, Dom, semua ilustrasi Green Corvus selalu lenyap bersamaan dengan munculnya kasus pembunuhan para senior editor itu.”

“Semua gambarnya lenyap? Lenyap dari dalam bundelan naskah itu maksudmu?” Andromeda membelalak tak percaya. Tapi, Aries mengangguk yakin.

“Awalnya aku tidak tahu. Tapi tadi malam, juga pagi tadi, banyak sekali kejadian aneh di rumahku yang sungguh tak masuk di akal. Adikku belum tahu soal ilustrasi yang menghilang ini. Tapi dari delapan naskah yang sudah kuajukan, lima di antaranya gambarnya lenyap. Dan bisa jadi akan ada yang keenam.”

“Maksudmu, naskahmu ini juga ditolak?”

Aries mengangguk.

“Penerbit mana?”

“Diamond Publisher, di Diamond City.”

“Tapi, untuk bisa membuat ini bisa diterima akal sehat, kita harus punya bukti. Dan untuk punya bukti, kita musti menguntit langkahnya dari awal. Yang kutakutkan adalah, kita sudah lelah menunggu, ternyata itu tak pernah terjadi. Semuanya akan sia-sia, kan?”

Aries terdiam. Ya, semuanya kan sia-sia bahkan jadi memalukan jika ternyata semua cuma khayalan tingkat tinggi mereka. Tapi hati kecil Aries mulai membenarkan dugaan Aurora tentang Green Corvus. Bahwa dia lah yang dicari polisi selama ini. Tapi, bagaimana membuktikannya?

“Ah sudahlah! Kau jangan lantas ikut pusing karena kasus ruwet ini. Cukup aku saja. Lihatlah, bahkan untuk bercukur pun aku tak sempat lagi,” Andromeda tersenyum kecut. Sementara di remang lampu kafe, Aries bisa menangkap rambut cepak Andromeda yang mulai menyentuh telinga, juga cambang dan kumis yang tumbuh malu-malu.

“Biarkan saja begitu! Kau terlihat lebih keren dibanding aktor-aktor di TV itu!” Keduanya kembali tergelak, kemudian terlibat pembicaraan yang berkutat seputar keseharian. Membiarkan waktu terus bergulir mendekati tengah malam, hingga mereka pun memutuskan untuk meninggalkan kafe lalu pulang ke rumah masing-masing.

 

.

.

Bersambung…

Episode selanjutnya

 

9 thoughts on “[Cerbung] Green Corvus – Episode 3

    1. justru itu yang saya bingung… mau dikasih gambarnya siapa… biarkan saja pembaca bermain dengan imajinasinya. apakah Dom itu mirip Chaning Tatum, matt Damon, atau bahkan Hritik Roshan hingga Song Jong Ki…

      Liked by 2 people

    1. ini efek ngefans sama Dominic Toreto mas Des… di blog sebelumnya, Andro meda dipanggil Ndro…eh malah banyak yang komen ‘gile lu Ndro…’ makanya diganti hehe

      Liked by 1 person

Tinggalkan pesan