Merdeka (!) Atau Merdeka (?)

Merdeka ! atau merdeka? sudahkah kita merdeka?

Penulis: lacahya 

Editor: Nurwahidah Ramadhani Waruwu

 

Aku dituntut memberikan tanda titik koma di antara kalimat-kalimat majemuk setara, maka aku menolak dibantah ketika memilih untuk melukiskan tanda tanya setelah kata merdeka.

Jadi, kita sudah merdeka?

Dengan segala bingar perayaan untuk mengenang juang para mantan pahlawan sejak sebelum empat-lima, aku lebih suka menimang pikir tentang kehakikian makna kemerdekaan.

Well, sewaktu kecil aku memang seringkali meriuhkan acara tujuh-belasan demi mengakrabkan diri dengan teman sekampung.  Namun semakin tahun berganti, rasa iseng tentang pemikiran merdeka malah kian menumpuk gelisah dalam kepala.

Percayalah, aku menulis semua dengan segala bentuk kemalasan yang memeluk. Aku pun awam yang tidak begitu peduli pada apa yang terjadi di sekitar. Kalaupun terlihat peduli, itu jelas tanpa sengaja. Hm, baiklah. Basabasi busuk dariku sudah terlalu banyak.

Begini, menurut KBBI versi daring, merdeka memiliki arti bebas dari penghambaan; tidak terikat, tidak bergantung; leluasa. Menengok sejarah, tidak terbantahkan bahwa kita merdeka secara de jure. Negara-negara lain telah mengakui kemerdekaan Indonesia sejak tujuh-dua tahun silam.

Nah, faktanya… mungkin kita belum benar-benar merdeka.

Sederhana:

Kaubeli ATK (alat tulis kantor) seharga satu juta tapi kautulis pada nota bahwa mereka seharga dua juta. Artinya, itu korupsi uang, kan?

Sekarang, secara hukum kita memang merdeka. Bahkan setelah proklamasi, segala tertuang dalam UU tentang ‘kemerdekaan’ ini dengan berbagai macam jenis dan rupa-rupa warnanya. Pungutlah topik bebas  berpendapat, lalu lirik kasus si Fulan yang dilaporkan hanya karena beropini, menuangkan pendapatnya melalui media sosial. Padahal, namanya pendapat, memang tidak selamanya berisi pujian. Bisa pula kritikan dan lain sebagainya. Tapi ternyata, jika berpendapat seperti itu, kita dipaksa bungkam. Nah, kalau begini apa bisa dibilang korupsi kemerdekaan, tidak?

Ah, merdekakah?

Utang masih menumpuk dan kita masih saja membiarkan pihak asing menari-nari diatas kekayaan Indonesia. Mengisapnya dengan bebas selama puluhan tahun. Atau, memang benar bahwa penjajahan purba hanya menjelma jadi penjajahan modern yang penuh kamuflase? Pertiwi menderita, tapi tak terlihat. Entah kita terlalu buta, atau bagaimana?

Kita dikangkangi oleh oknum-oknum egois dari bangsa sendiri, sepertinya. Mereka memuluskan kepentingan orang asing di sini demi fulus. Diam-diam menggadaikan seisi negara. Menjual harga diri hingga rebah lebih rendah dari pada tanah merah. Mengencingi darah-darah yang sudah pudar tanpa malu. Sstt, jangan saling tuding menuduh. Semua punya peran masing-masing dalam perkara ini. Aku pun.

Dari awal sudah kubilang, aku sedikit enggan tahu-menahu urusan berat seperti ini. Toh aku lebih suka bertanya: sudah merdekakah kita? Dan kurasa, aku terlalu malas untuk menulis tentang curiga-curiga konyolku yang menggelisahkan. Karena terlalu banyak. Pelik. Lagipula, kalian lebih paham, kan? Kemarilah. Ceritakan padaku. Aku pendengar dan pembaca yang baik, kok.

Hanya saja…

Jangan berteriak NKRI harga mati, kalau belanja di pasar saja masih menawar harga dengan mati-matian memaksa. Jangan bernyanyi kemerdekaan kalau dari kenangan mantan saja belum bebas. Pahlawan lah yang perlu dikenang, bukan mantan. Terlebih mantan bakal calon gebetan yang kena tikung teman sendiri. Eh. Paragraf ini sudah makin kacau. Maafkan.

Ya, sudah. Mari kita berenang dalam renung: sungguhkah ini merdeka? Bagaimana cara memerdekakan diri dari segala yang memaksa kita menghamba tanpa kita sadari?

Kemerdekaan adalah nasi
Dimakan jadi tai
-Wiji Thukul

3 thoughts on “Merdeka (!) Atau Merdeka (?)

  1. setuju..
    cuma kalau menawar harga itu emang udah adt, dan rasanya ada yang kurang aja kalau tidak ada tawar menawar, wkwkwk
    yah, bahas mantan, ah sudahlah.. aku sudah bebas dari mantan, dan berdamai dengan mantan.. karena mantan terindah itu itu saat kita bisa menikahi mantan itu sendiri, dan dijadikan pasangan sendiri hahahaha

    Liked by 1 person

  2. Masalah belanja di pasar dan menawar-nawar sampai mati-matian ini kadang saya jadi punya catatan tersendiri kalau ke pasar, banyak diantara mereka yang belanja orang yg punya, tp suka menawar bahkan sambil merendahkan kualitas dagangan. Padahal yang jualan wong cilik. Disitu kadang saya merasa sedih 😢

    Liked by 1 person

Leave a reply to lacahya Cancel reply